Translate

Senin, 06 Oktober 2014

Catatan kecil tentang Abah Guru sekumpul


Saat-Saat Kelahiran Abah Guru Sekumpul

Bertepatan kedatangan tentara Jepang Tahun 1942 ke Martapura . Fitnah sungguh merajalela, keluarga, Abdul Ghani mengungsikan keluarganya mencari tempat yang paling aman, agar istrinya dapat melahirkan dengan selamat.

Dengan sembunyi-sembunyi dibawalah istrinya yang sudah hamil tua tersebut, bersama ibu (Salabiah), dengan menggunakan jukung (perahu kecil) melewati sawah dan sungai menuju Desa Tunggul Irang Seberang, menuju ke rumah salah seorang paman Salabiah yang bernama Abdullah, dimana rumahnya berdampingan dengan rumah Tuan Guru H. Abdurrahman tokoh ulama masyarakat Tunggul Irang Seberang. Meskipun Masliah bukanlah keponakan ujud (langsung) dari Paman Abdullah, perhatian dan perlakuan beliau terhadap mereka sangatlah baik, padahal kehidupan beliau sendiri sangatlah kekurangan.
Dipilihnya Desa Tunggul Irang Seberang sebagai tempat untuk berlindung adalah karena dianggap paling aman di saat itu. Selama masa Tuan Guru H. Adu (Panggilan Tuan Guru H. Abdurrahman) tinggal dan dibesarkan di Desa Tunggul Irang tersebut, tentara kolonial tidak pernah menginjakkan kakinya di desa ini. Sebab setiap kali akan menuju desa tersebut, selalu saja mendapat halangan dan rintangan yang tidak terduga, sebagaimana beberapa kali perahu tentara Belanda yang akan melewati Desa Tunggul Irang selalu saja kandas dan tenggelam, dengan alasan yang tidak dimengerti oleh mereka.
Baru beberapa hari tinggal di Desa Tunggul Irang Seberang, tibalah waktunya Masliah akan melahirkan anaknya. Dikala malam bertambah larut, waktu yang terbaik untuk munajat kepada Sang Khalik, ketika angin bertiup lembut, Masliah melahirkan bayinya yang pertama. Malam itu, tepatnya Rabu tanggal 27 Muharram 1361 H bertepatan dengan 11 Februari 1942 M, seorang bayi laki-laki mungil lagi montok telah lahir, berkat bantuan seorang bidan yang bernama Datu Anjang. Beliau adalah nenek Tuan Guru Husein Dahlan yang merupakan sepupu dua kali dengan Masliah.
Sekalipun kehadiran bayi tersebut di malam hari yang kelam, sekelam dan sepekat nasib negeri dan bangsa ini ketika itu, namun betapa bahagia dan bersyukurnya sang ayah, apalagi bagi sang ibu yang telah mengandungnya selama lebih sembilan bulan lamanya.
Sungguh diluar dugaan, bayi yang baru lahir di saat orang-orang sedang terlelap dalam tidurnya, seharusnya terjaga akibat mendengar tangisannya, sebagaimana layaknya bayi-bayi lain yang baru lahir, ternyata sang bayi tidak menangis, hanya diam tidak sedikitpun mengeluarkan suara. Matanya tertutup, seperti tidak ada tanda kehidupan. Kejadian itu berlangsung selama hampir satu jam lamanya. Warna kulit badannya sudah mulai membiru. Berbagai macam usaha sudah dicoba, namun bayi itu masih diam, tak ada jerit tangis, sampai-sampai neneknya Salabiah yang juga hadir saat kelahiran bayi tersebut berkata :
“Mati jua cucuku…?”
Bayi yang keadaannya membuat cemas itu kemudian dibawa pergi ke rumah Tuan Guru H. Abdurrahman untuk mendapatkan pertolongan. Setibanya di hadapan Tuan Guru H. Adu, bayi tersebut dipeluk dan ditiupi beliau dengan do’a-do’a, hingga akhirnya samar-samar mulai tampak tanda-tanda kehidupan, nafas sang bayi mulai turun naik, warna kulitnya berangsur-angsur menjadi kemerah-merahan, dan tangisnya pun mulai terdengar.
Sejak tangis sang bayi sudah mulai terdengar, syukur dan puji dihaturkan keharibaan Allah yang Maha Kuasa, sebab Dia-lah yang menghidupkan dan Dia pula yang mematikan, Dia-lah yang merubah dari gelap menjadi terang. Bayi yang tangisannya mulai terdengar, pertanda haus dan lapar telah merasuki perasaannya, maka sang bayi pun diserahkan kepada ibunya yang akan menyusuinya, membelainya dengan sentuhan lembut, serta memberikan perhatian dengan kasih dan sayang.
Bayi yang berada dalam pelukan ibunya terus menangis, hingga keluarga yang hadir ikut berusaha untuk membuatnya terlena dalam pangkuan ibunya. Ibunya berusaha memberikan air susu. Namun tetaplah bayi tersebut menangis. Begitulah seterusnya, bayi tersebut selalu menolak saat diberikan air susu ibunya, apalagi minuman lain. Setelah berjam-jam menangis, bayi yang baru lahir tersebut akhirnya dibawa lagi kepada Tuan Guru H. Adu untuk meminta kembali bantuan beliau.
Sesudah diterima kembali oleh beliau bayi yang masih menangis itu dipangkuannya, beliau menjulurkan lidahnya ke mulut bayi. Maka bayi itupun menghisap lidah beliau dengan lahapnya, seakan-akan ia menyusu kepada ibunya. Setelah ia puas menghisap lidah Tuan Guru H. Adu, maka lidah itupun dilepasnya, sehingga berhenti pulalah tangisan sang bayi. Kejadian seperti ini berulang-ulang hingga beberapa kali.
Suatu ketika Masliah mencoba menyusui anaknya di dalam kamar yang tertutup, tanpa ada orang yang melihat. Tak disangka bayi itu mulai menghisap susu ibunya. Maka mengertilah Masliah bahwa bayinya tersebut seakan-akan enggan menyusu bila dilihat oleh orang lain. Sang bayi sepertinya berusaha memelihara ibunya dari membuka aurat di hadapan orang lain. Mungkinkah ini salah satu pertanda akan ‘kemuliaan’ sang bayi di masa hidupnya kelak?
Pada hari keenam belas setelah kelahiran tersebut, bayi kecil yang kelihatan masih lemah itu diboyong oleh orang tuanya dari tempat kelahirannya, pindah ke tempat lain, ke sebuah rumah kecil antara Desa Pasayangan dan Desa Keraton Martapura, berjarak kurang lebih satu kilometer dari Desa Tunggul Irang Seberang Martapura, di tempat inilah mereka akan memulai kehidupan yang baru.
Tetapi bagaimanapun juga tempat kelahiran adalah sebuah kenangan. Setiap anak manusia di manapun di dunia ini, tanah kelahiran selalu menyisakan kenangan yang amat khusus, pada gilirannya -seiring berlalunya waktu- ia akan tetap meninggalkan nostalgia, walaupun sekilas riwayat dan cerita didengarnya dari penuturan orang tua tentang tempat kelahiran dan kejadian sesudah kelahirannya, suatu ketika akan terkenang dalam kehidupan setiap orang.
Mungkin yang sangat berkesan justru masyarakat Desa Tunggul Irang Seberang itu sendiri, bahwa desa mereka ditakdirkan oleh Allah Yang Maha Kuasa menjadi persada bagi kelahiran seorang putra yang mereka kenal dari kalangan keluarga yang sangat sederhana namun bermartabat serta berbudi. Sebagaimana masyarakat Islam, baik di dalam maupun di luar negeri mengenalnya di kemudian hari sebagai “Al al-‘Alimul ‘Allamah Al ‘Arif billah As Syeikh Muhammad Zaini Bin Abdul Ghani” dari Martapura.
Saat akan meninggalkan Desa Tunggul Irang Seberang, atas do’a dan restu Tuan Guru H. Adu, Abdul Ghani dan istrinya Masliah beserta bayinya yang diberi nama Muhammad Qusyairi , beranjak pulang dengan menggunakan sebuah mobil yang disebut masyarakat sekitar dengan Mobil Jamban. Di masa penjajahan Jepang yang terkenal kejam, rasa was-was akan keselamatan menghantui masyarakat Martapura pada masa itu, rombongan di mobil itupun merasakan kekhawatiran serupa. Akhirnya kecemasan yang mencekam dalam perjalanan pulang itu sirna sudah, rombongan sampai ketujuan dengan selamat berkat bantuan seorang Habib bernama Habib Hasan, yang ikut mengantar mereka hingga ke tujuan. Padahal di hari itu, tidaklah berbeda dengan hari-hari sebelumnya, patroli-patroli dari tentara penjajah yang bertikai masih berkeliaran dimana-mana, namun seakan-akan mereka tidak mendengar atau melihat mobil yang melintas di hadapan mereka, hingga akhirnya sampailah rombongan dengan selamat ke tujuan.
Moga dengan mengisahkan para Aulia Allah akan turun Rahmat bagi kita semua … aamiin



Kesaksian al-Aalimul faadhil Almarhum Guru Haji Ahmad Bakri :
Jika saya berdusta dalam kesaksian ini maka bolehlah saya dicap sebagai munafik. Ketika saya akan berangkat haji pada suatu tahun, saya sowan kepada Guru Sekumpul. Dalam kesempatan itu saya bertanya: wahai Abah! Siapakah Wali Qutub di negeri Makkah pada masa sekarang? Guru Sekumpul tersenyum seraya berkata : “Bakri, Bakri… nama beliau adalah Habib Abu Bakar bin Abdullah al-Habsyi. Guru Bakri Berkata: “Dimanakah ulun dapat menjumpai beliau?”. Guru Sekumpul menjawab; “engkau pasti akan berjumpa dengan beliau”
Saya pun (Guru Bakri) berangkat haji. Satu minggu sebelum pulang ke tanah air, belum juga saya jumpa dengan beliau (Habib Abu Bakar). Akhirnya saya bertanya kepada salah seorang mukimin di Makkah, dimanakah ada seorang yang terkenal sebagai Wali di Makkah ini. Maka dijawab: “ada, beliau tinggal di daerah jabal Nur, nama beliau adalah Habib Abu Bakar al-Habsyi”. Sayapun mencarter taxi ke sana dengan satu orang teman (tidak ramai-ramai, karena ahlussunnah wal jama’ah sangat dicurigai dan diawasi di Saudi). Sesampainya di sana pas waktu Ashar. Selesai sholat Ashar, saya kagum dan terkejut karena ternyata wiridan yang dibaca di sana persis seperti wiridan di sekumpul. Setelah selesai wirid dilanjutkan dengan majelis ta’lim dengan membaca kitab syarah ‘ainiyyah, inipun ternyata sama seperti di sekumpul (waktu itu Guru Sekumpul pun sedang mengajarkan kita syarah ‘ainiyyah). Setelah selesai majelis, maka sayapun minta izin untuk bertemu dengan beliau. Tidak lama beliaupun keluar. Ternyata orangnya sudah tua tetapi tampak masih sangat kuat dan bertenaga. Belum sempat saya mengucap salam, beliau langsung berkata مرحبا العالم الكبير شيخ زيني غني مرتابورا (selamat datang, seorang Alim yang Besar syaikh Zaini Ghani Martapura), padahal saya tidak pernah memberi tahu beliau. Ternyata yang beliau lihat bukan saya, tetapi Guru Sekumpul. Berarti Guru sekumpul sudah memberi tahu beliau (entah bagaimana caranya) kalau saya akan sowan kepada beliau.
Tanpa panjang pembicaraan saya pun pulang. Karena sebelumnya sudah dinasehati oleh Guru Sekumpul untuk tidak banyak bicara. Yang penting minta diakui sebagai murid, itu sudah cukup, sebab seorang guru akan memberi syafaat kepada muridnya.
Setibanya di Banjarmasin saya pun sowan ke Guru Sekumpul dengan niat menceritakan kepada beliau apa yang terjadi sekaligus menggembirakan beliau dengan kajadian itu. Malam itu pas malam kamis, selesai pengajian, saya ikuti beliau dari belakang. Beliau menoleh dan berkata: “Naik, Bakri”. Sayapun mengikuti beliau. Kami masuk ke rumah beliau sampai ke dalam kamar beliau. Beliau mematikan lampu dan berdoa agak lama. Setelah kurang lebih sepuluh menitan, selesai berdoa beliau berkata: “sudah Bakri, kada usah bakesah lagi, Abah Tahu ai (yang terjadi).” (selesai kisah Guru Haji Bakri)


Pandangan Habib Ahmad Semarang tentang Abah Guru Sekumpul Waktu Muda
Sekitar tahun 1964 para guru2 Darussalam mengadakan perjalanan ziarah ke pulau jawa untuk tabbarruk kepada aulia yg masih hidup maupun ziarah ke kubah 2 para aulia Allah , Rombongan itu terdiri dari : al-‘Alimul Fadhil Semman Mulya, al-‘Alimul Fadhil Guru Semman Komplek, al-‘Alimul Fadhil Husein Wali, Guru Badruddin, Abah Guru dan
Guru Zaini Mursyid.
Setelah star mulai Surabaya berakhir di Jakarta . Di Jakarta rombongan singgah ke tempat H. Abdul Qadir di Jakarta orang Martapura asli . Ketika itui Habib Ahmad bin Muhammad Assegaf dari Semarang juga berkunjung, beliau bertanya kepada Abah Guru :
“Kamu sekarang membaca kitab apa?”
“Kitab Irsyadul Ibaad” jawab Abah Guru
“Bagus, nanti kamu akan aku ajari kitab Irsyadul Qulub.”
Habib Ahmad Semarang dengan kasyaf menceritakan gawian Abah Guru selama setahun , padahal Abah Guru tidak bisa bakisah sebelumnya .
Ketika Abah Guru lagi berada dibelakang rumah Habib Ahmad Semarang memanggil :
“Zein..” kata Habib
“Labbaik…”
“Kesinilah ente!” ujar beliau, “Ayat Alam Nasyrah sudah turun tidak ? Kenapa kamu suka melamun?”
Habib menjelaskan bahwa suatu hari Rasulullah SAW keluar dalam keadaan lapang dan gembira dan penuh senyuman, beliau berkata, “Satu kesulitan tidak akan mampu mengalahkan dua kemudahan, satu kesulitan tidak akan mampu mengalahkan dua kemudahan. (Beliau kemudian membaca ayat 5-6 surah al-Insyirah) Maka sesungguhnya beserta kesulitan ada kemudahan, sesungguhnya beserta kesulitan ada kemudahan.” Pengulangan kata “’Usr/kesulitan” dalam ayat tersebut, yang bersifat Makrifah/spesifik memiliki makna satu kali, sedangkan pengulangan kalimat “Yusr/kemudahan” yang bersifat Nakirah/umum memiliki makna dua kali
“Sekarang jangan melamun lagi ya” suruh beliau. “Zein…Semman Mana? Cari !”
“Ada Bib..” sahut Abah Guru , saat itu Guru Semman yang berada di kamar masih belum tidur
“Panggil kemari!” kata beliau
Abah Guru kemudian beranjak menuju kamar tamu.
“Apa Nang?” Ujar Guru Semman
“Itu Habib Ahmad memanggil” Keduanya kemudian langsung menemui Habib Ahmad.
“Semman, saksikan Zaini ini anak angkatku Dunia dan Akherat, wa ila Hadratin Nabi Al-Fatihah.”
Kemudian mereka membaca Surah Al-Fatihah. Habib bertanya lagi :
“Badruddin Mana?”
“Tidur Bib” kata Abah Guru
“Bangunin!” perintah Habib Ahmad
Sekali lagi Guru Zaini beranjak dari tempat duduknya. Ia kemudian membangunkan Guru Badruddin yang sedang tidur.
“Ada kabar apa Guru Zaini ?” tanya Guru Badruddin.
“Itu Habib Ahmad memanggil.” Segera mereka kembali ke tempat Habib Ahmad berada. Habib Ahmad langsung berkata :
“Badruddin, kamu dan Semman saksinya, Zaini ini Anak angkatku Dunia Akherat.”
Habib Ahmad bin Muhammad Assegaf Semarang, beliau adalah seorang Waliyullah yang Majdzub, Keika Abah Guru umur 17 tahun, pernah berkunjung kerumah guru H. Badruddin di Kampung Jawa, Banyal yang bertamu ingin berjumpa dengan Habib Ahmad bin Muhammad As-segaf, setelah selesai semua yang hadir disuruh beliau pulang ke rumah masing-masing, saat itulah seorang ulama bertamu kepada beliau, Guru Zaini ketika itu masih berdiri disamping Habib. Kemudian ulama tersebut bersalaman kepada Habib Ahmad bin Muhammad Assegaf, sehabis itu baru bersalaman kepada Zaini Muda, saat bersalaman kepada Zaini inilah Habib Ahmad As-seggaf menyeru kepada ulama tersebut : “Cium tangan Zaini, Cium tangan Zaini, Cium tangan Zaini, ini quthb cilik, ini quthb cilik” kata beliau. Saksi hidup yang menyaksikan kejadian ini adalah Guru Mu’in Dalam Pagar .
Moga menambah kecintaan dan keyakinan kita lewat kisah ini … aamiin



Kisah dari Habib Ahmad alaydarus
Kisah ini nyata ulun alami dan ulun saksikan sendiri di bulan Rajab pada tahun 1993 dan ini adalah tentang sebagian kecil dari karomah ABAH GURU SEKUMPUL dan kisah ini dapat ulun pertanggung jawabkan dihadapan ALLAH dari dunia sampai ke akhirot kelak...
Ulun tinggal bersama 3 orang teman dalam 1 kamar asrama dikawasan antasan senor ilir...Malam itu tepat malam jum'at di bulan Rajab pada tahun 1993...Selesai rapi melaksanakan aktifitas di asrama dan aktifitas nang lainnya...Kamipun bersiap-siap untuk guringan...Dikamar hanya ada ulun dan kawan ulun nang asal kapuas...Kebetulan kawan ulun nang asal rantau malam itu umpat kawannya kebanjarmasin karna jum'at siangnya libur...
Sebelum guring udah jadi kebiasan kami untuk sholat sunnah dulu 2 raka'at...Sehabis sholat sunnah dan sedikit wiridan ada hal aneh yang kada suah terjadi seperti malam sebelumnya...
Kawan ulun nang asal kapuas itu tiba-tiba saja bapander kaya ini : ( Inggih guru...Ulun sudah siap...Minta ridho piyan dari dunia sampai ke akhirot )
Posisi kawan ulun masih duduk di atas sajadah bapander kaya itu...Sambil barabah handak guringan...Ulun batakun lawan inya : ( Kanapa ikam jadi bapander sorangan...Sudah kasyaf kah ikam ) Jar ulun sambil bagayaan...
Kawan ulun tadi menjawab begini : ( Mudah-mudahan malam ini menjadi malam yang berkah gasan kita lahir bathin dunia akhirat )
Memang ulun rasakan malam itu aneh dari malam-malam sebelumnya...Hawa sejuk dan hati sangat tenang seolah-olah kadada beban apapun dalam hidup didunia ini...Ringkas cerita kamipun guringan...Malam itu ulun mimpi melihat cahaya putih yang sangat silau dan kada kawa sama sekali ulun malihat kiri kanannya...Tiba-tiba saja ulun digarak oleh kawan ulun tadi...Ulun liat jam kada tahunya sudah subuh sekitar jam 4 lewat...Ulun takajut banar karna kada sholat malam...
Ulun managur kawan ulun : ( Kanapa ikam kada garak aku sholat malam )
Kawan ulun menjawab : ( Ikam sudah kugarak taga kada hakun bangun dan ikam guring mati )
Ada lagi sesuatu yang lebih aneh dan membingungkan bagi ulun...Ulun mancium bau harum disana sini dan bahkan ulun belum suah mencium bau harum itu sebelumnya dimanapun...
Ulun batakun lawan kawan : ( Bau harum apaan ini...Harumnya nyaman banar )
Kawan ulun menjawab : ( Aku habis mimpi batamuan lawan RASULULLAH )
Langsung secara spontan ulun maragap inya...Pakaiannya hibak bau harum sampai kebadan dan kerambutnya...Subhanallah Walhamdulillah Wa Laailaahaillallah Wallahu Akbar...Allahumma Shalli 'Ala Sayyidina Muhammad Wa 'Ala Aaali Sayyidina Muhammad...Ulun langsung tatangis sujud di atas sajadah bakas inya sholat malam...
Jadi kisahnya malam sehabis sholat sunnah handak guring itu...Inya malihat ABAH GURU SEKUMPUL duduk dihadapannya...
ABAH GURU SEKUMPUL jarnya batakun lawan inya : ( Sudah siapkah ikam batamuan lawan RASULULLAH )
Dan di jawab oleh kawan ulun dengan jawaban yang di atas ulun kisahkan tadi...Jar kawan ulun jam 1 Malam itu inya bangun seperti biasa untuk sholat malam...Tapi ulun di bangunkan inya kada hakun bangun-bangun...Selesai sholat dan baca wiridan inya langsung baca al-Qur'an...Disaat inya membaca al-Qur'an matanya berat dan ngantuk seketika serta langsung inya taguringan...Antara Sadar gak sadar dan antara guring wan kada guring...Disaat itulah inya mimpi batamuan lawan ( RASULULLAH ) dan di ajak sholat untuk menjadi ma'mum dibelakang Beliau...
Siangnya ulun wan kawan ulun tadi datang kerumah salah seorang guru kami dan menceritakan tentang semuanya...Dan guru kami itu menjabarkan semua tentang kejadian mimpi kawan ulun itu....
Dan dilain hari pada suatu malam ulun tulak kasakumpul lawan kawan ulun tadi...kebetulan kami malam itu duduk jauh dari palataran rumah ABAH GURU SEKUMPUL...Tapi masih di pelataran rumah nang masih kawasan Regol...
Pas pembacaan tiba-tiba ABAH GURU SEKUMPUL bapander kaya ini : ( Indahnya Angin Ma'rifat,Kaya apa ...................) Titik-titik disitu ABAH GURU SEKUMPUL manyambat ngaran kawan ulun itu...
Allahu Akbar...Semakin bertambah kuatlah keyakinan hati ini kalau ABAH GURU SEKUMPUL benar-benar memiliki karomah yang sangatlah luar biasa...sampai-sampai kawan ulun handak tamimpi RASULULLAH haja sidin bisa tahu badahulu...
Inilah sebagian kecil kisah nyata nang ulun alami sendiri tentang karomah ABAH GURU SEKUMPUL...Semoga ada hikmah buat kita semua dari kisah ulun ini...Mudah-mudahan kita sabarataan mendapatkan Syafa'at Baginda RASULULLAH dan Barokah Karomah dari ABAH GURU SEKUMPUL serta di ampuni segala bentuk dosa dan kesalahan ke dua orang tua kita,diri kita,istri kita,anak-anak kita,saudara-saudara kita,guru-guru kita,muslimin muslimat,mu'minin mu'minat dan semoga kita dipenuhi dengan Rahmat kasih sayang serta Ridho ALLAH dan dikumpulkan di akhirat nanti bersama orang-orang yang beriman di dalam sorganya ALLAH...Aaamin Allahumma Aaamin Yaa Allah Yaa Robbal 'Aaalamin...
Maaf kalau nama kawan ulun itu dirahasiakan...Karna ulun kadada izin balum manyambat siapa namanya...Kawan ulun itu asal kapuas dan masih zuriyat Datuk Kalampayan jua...Sekarang kawan ulun itu masih ada dan inya masih mambujang haja balum babini...Sampai wayahini inya masih rancak ziarah ke kubur para Auliya Allah dan datang kerumah para habaib dan ulama serta masih haja rancak datang kesekumpul...Cuma tetap dengan ciri khasnya yaitu biasa-biasa haja karna inya kada jadi ustadz ataupun kyai,tapi mencari rezeki dengan usaha lain...Hal-hal yang sangat bagus di teladani dari kawan ulun ini sangatlah banyak,diantaranya adalah :
Orangnya pendiam,jarang bangat bapander,kecuali hal-hal yang sangat perlu...
Orangnya rajin bangat puasa,khususnya senin kamis dan dibulan-bulan penting lainnya...
Orangnya rutin bangat membaca al-Qur'an dan selalu setiap saat membaca shalawat...
Orangnya sewaktu abah wan umanya masih hidup,handak tulak kemana-mana selalu mancium tangan bahkan kabatis-batis kuitannya...
Orangnya selalu kada lapas wudhu,rajin bangat ziarah kemaqam auliya,kerumah habaib dan ulama,rajin bangat bashadaqah walaupun keadaan pas-pasan sewaktu dipesantren dulu...
Itulah sebagian kecilnya prilaku kawan ulun nang bagus bangat manurut ulun untuk diteladani...
Dan banyak juga hal-hal yang aneh terjadi didiri kawan ulun ini,diantaranya adalah :
Pernah ulun mambaca kitab gundul didalam hati sambil mahafal,kemudian ada nang salah ,tiba-tiba haja inya managur,padahal ulun mambaca jelas-jelas dalam hati kadada nang tahu...
Pernah sewaktu kawan bekas sama-sama dipondokan dahulu melaksanakan kawinan,kawan ulun nang asal kapuas itu di undang,pas hari kawinan inya datang kakawinan itu,ulun takajut jua kawan nang kawinan itu bakisah inya datang,padahal ulun jelas-jelas tahu banar lamun inya lagi ada dimekkah tulak umroh...
Pernah ulun datang kerumah ABAH GURU SEKUMPUL lawan kawan ulun ini karna ada sesuatu hal,dan maaf ulun kada kawa kisahkan dipublik ini,pas dikamar ABAH GURU SEKUMPUL,sidin basuara kaya ini : ( Kaya itu pang sudah mun jadi wali ) sidin basuara sambil takurihing mamusut kepala kawan ulun itu...Dalam hati ulun basuara : ( Bararti kawan ulun ini wali )...langsung ABAH GURU SEKUMPUL basuara lawan ulun kaya ini : ( Napa nang dibisikan hati ikam itu bujur,kada tasalah )...Langsung ulun takajut,ABAH GURU SEKUMPUL mambaca isi hati ulun...
Mudah-mudahan ada mamfaat dari balik kisah ulun yang ringkas ini...Di lain waktu mudah-mudahan ulun kawa pulang bakisah tentang Karomah lainnya Tentang ABAH GURU SEKUMPUL yang ulun alami sendiri...Aaamin
Notes:
Habib Ahmad alaydrus meninggal dunia pada Hari minggu malam senin pukul 08.40 waktu madinah.
Usia 40thn karena sakit kanker liver akut dan dimakamkan hari senin waktu madinah



Mimpi Abah Guru Sekumpul pada waktu kecil

suatu malam, abah guru mendapatkan mimpi, merasakan seolah-olah berada disebuah padang pasir, sejauh mata memandang hanya sahara yang membentang, dari kejauhan tampak fatamorgana seperti genangan air, meski sebenarnya hanyalah biasan cahaya matahari.

Tegak di samudera pasir yang luas, seperti sebuah keajaiban yang muncul di tengah-tengah misteri ketidakpastian. Tidak mungkin rasanya bangunan tersebut milik salah satu suku Arab, lantas, kenapa hanya ada satu, di mana yang lainnya?, bila ternyata bangunan itu milik seorang musafir, lalu kenapa terlihat berdiri kokoh, menyiratkan bahwa ia adalah sebuah tempat tinggal untuk jangka waktu yang tidak sebentar?.
Langkah kaki Abah Guru terhenti manakala jarak yang tersisa antara dia dan bangunan itu hanya tinggal beberapa langkah, siapa pemilik bangunan, apakah dia sedang berada didalam, sebuah pertanyaan menyelimuti benaknya. Tiba-tiba di tingkat atas muncul seorang wanita Arab, yang meskipun busananya tertutup namun kecantikannya memancar menembus sekat-sekat bernama kain, melemparkan sesuatu kepada Abah Guru , Abah Guru memungut benda itu sambil hatinya bertanya-tanya. Namun keheranannya itu tidak membuatnya surut untuk terus melangkah. Ditengah semesta diamnya, yang mengitari pikirannya. Abah guru tiba-tiba dikejutkan oleh sebuah goncangan, bumi yang dipijak terasa bergetar.. Abah Guru tersentak, apa yang terjadi, suara apa itu, dari mana asalnya?, berbagai pertanyaan muncul tanpa rekayasa.
Abah Guru yang keheranan terus melangkahkan kakinya, sampai tidak jauh dari bangunan itu dia bertemu dengan dua orang pemuda, tegap, tampan, bahkan sangat tampan. Pemuda pertama yang lebih tua, terlihat penuh kharisma sekaligus menunjukkan kesantunan yang menyentuh relung hati setiap orang yang memandangnya, sementara yang lebih muda, nampak kekar bagai seorang mujahid, yang setiap saat siap menghadapi berbagai tantangan, sosok pria pemberani tergambar jelas dari raut mukanya.
Abah gurupun akhirnya terlibat dialog dengan kedua orang tersebut, sampai akhirnya..
“Kamu, kami berikan gelar Zainal Abidin”.
Abah Guru terdiam, Zainal Abidin …. sebuah gelar yang pernah mengukir sejarah, yang bahkan kebakaran di rumahnya sendiri tidak sanggup mengusiknya dari ibadah, dialah Sayyidina Ali Zainal Abidin, satu-satunya putera Sayyidina Husein sang Syahid Agung, yang selamat dari pembantaian di medan Karbala, putera Sayyidatina Fathimah az-Zahra; puteri Rasulullah SAW. Dialah orang pertama yang menyandang gelar Zainal Abidin; perhiasan cantik para ahli ibadah, karena ‘abid yang manapun, dari belahan bumi manapun, akan tertunduk malu bila berhadapan dengan catatan sejarah hidupnya, hanya dengan kisah tentang ibadahnya… apalagi kalau bertemu dan melihat langsung bagaimana asyiknya dia bersama Rabb-nya.
Abah Guru mungkin merasa malu, bagaimana tidak? Karena gelar tersebut bukan sembarang gelar, gelar adalah gambaran dari orang yang menyandangnya dibahunya, arti hakiki dari gelar tersebut, pertanda apa sehingga dia mendapatkan anugerah sebesar ini.
Saat ia merenung, ia melihat tanah yang berada di samping bangunan tersebut tiba-tiba bergerak laksana gelombang air laut. Kemudian Abah Guru bertanya kepada keduanya :
“Kenapa bumi tadi bergetar?” ucapnya.
“Itu adalah makam ayahanda, Ali Ibn Abi Tholib”
Abah Guru bertanya lagi kepada mereka berdua tentang perempuan yang melempar sesuatu kepadanya tadi :
“Kalau perempuan yang diatas bangunan tadi?”,
“Ibunda Fathimah” jawab mereka berdua.
Jawaban itu menjadi tafsir yang menguak tabir misteri ketiga orang ini. Yah, karena ketiga manusia yang mengundang kekaguman itu adalah al-Bathul; Sayyidatina Fathimah, sang pemuka para wanita surga, al-Hasan dan al-Husein, dua pemuda penghulu sorga, cucu dan pendingin mata Baginda Rasulullah SAW. Mereka adalah tiga orang ahlul kisaa , yang mengiringi turunnya ayat Tathir dalam surah al-Ahzab :إِنَّمَا يُرِيدُ اللَّهُ لِيُذْهِبَ عَنكُمُ الرِّجْسَ أَهْلَ البَيْتِ وَيُطَهِّرَكُمْ تَطْهِيراً
mereka adalah ahlu bait-nya Musthofa SAW.
Sebuah mimpi yang teramat indah, yang mungkin didambakan semua muhibbin ahli bait-nya Rasulullah SAW. Mimpi yang merupakan sebuah pertanda baik atau bisyarah untuk seorang hamba Allah yang sedang meniti jalan hidupnya menuju sebuah “kehambaan” yang sebenarnya, kedudukan yang paling tinggi di hadapan Sang Penguasa Semesta, Pencipta jagat raya, Allah SWT.
Meski Abah Guru mendapat bisyarah, mimpi bertemu dengan orang-orang mulia itu, namun dia tidak pernah menceritakan mimpi itu kepada siapapun, semua tetap mengendap dalam otaknya. Hingga suatu saat diceritakan oleh Guru Marzuki saat bertemu dengan Zaini di sebuah acara. Guru Zuki, begitu panggilan beliau, melemparkan pertanyaan yang membuat Zaini terkejut.
“Ikam wayah ini bangaran Zainal Abidin kah?” (Kamu sekarang ini bernama Zainal Abidin kan?) tanya Guru Zuki.
Zaini hanya diam, pertanyaan ini mengingatkannya pada mimpi yang dialaminya itu.
“Ada kalu ikam tamimpi?” (Bukankah kamu ada bermimpi?) sambung Guru Zuki. Zaini hanya menunduk, ternyata ulama yang satu ini tahu perihal mimpinya, padahal sebelumnya dia tidak pernah bercerita kepada siapapun tentang mimpi itu.
Notes : Kubah Guru Zuki dibelakang Kubah Guru Kasyful Anwar di Kampung
Melayu Martapura
Moga menambah kecintaan kita pada abah guru dan mendapatkan Rahmat Allah mengisahkan para Kekasih-Nya ( Aulia Allah ) … aamiin


Habib Zein Bin Muhammad al-Habsyi
Diantara Habaib yang selalu membela dan mendukung Guru Zaini adalah Habib Zein Bin Muhammad al-Habsyi. Beliau adalah seorang habib kelahiran Hadhramaut, termasuk salah seorang murid dari Al-Arif billah Al-Habib ‘Ali Bin Muhammad Bin Husein al-Habsyi (Pengarang Maulid Simthud Duror/Maulid Al-Habsyi) di Hadramaut.
Pada usia 40 tahun Habib Zein hijrah dari Hadramaut ke Kalimantan Selatan bersama keluarga beliau, dan beliau memilih Martapura sebagai tempat bermukim. Sedangkan saudara beliau lainnya yaitu Habib Ahmad al-Habsyi, Habib Umar, Habib Salim al-Habsyi memilih tinggal di Banjarmasin.

Ayah beliau Habib Muhammad al-Habsyi sudah lebih dahulu tinggal dan wafat di Banjarmasin serta dimakamkan di Alkah Turbah Sungai Jingah. Begitu juga dengan sepupu beliau yang bernama Habib Ibrahim al-Habsyi yang telah bermukim dan wafat di Kota Negara Hulu Sungai Selatan.
Kedatangan Habib Zein dan keluarga beliau lainnya ke Kalimantan Selatan adalah suatu berkah tersendiri bagi masyarakat Kalimantan Selatan, karena mereka semua datang dari negeri yang penuh dengan ilmu agama yang murni berdasarkan Ahlussunnah wal Jamaah yaitu negeri Tarim Hadhramaut.

Pada usia 45 tahun Habib Zein menikah dengan Syarifah Tholhah anak dari Habib Abdullah As-Seggaf Kampung Melayu Martapura. Dan sebelumnya Habib Zein juga mempunyai isteri di Mekkah dan mempunyai beberapa orang anak disana.
Beliau adalah seorang yang pemurah dan kasih sayang. Suatu ketika beliau melihat gerobak sapi yang sarat dengan muatan kayu bakar untuk dijual, sedangkan si penjual kayu terus menerus memukulkan cambuk kepada sapi yang sudah terlihat sangat letih dan lapar. Maka Habib Zein memanggil si penjual kayu dan membeli kayu tersebut, disebabkan rasa kasihan dengan sapi itu, padahal masih banyak persedian kayu bakar di rumah beliau. Begitu pula sifat kasih sayang beliau yang tidak pernah memarahi anak-anaknya. Bahkan apabila seorang anaknya menangis, beliau selalu membelikan makanan kecil untuknya. Seringkali beliau menasehati anak-anaknya apabila waktu senja tiba agar jangan ada lagi yang masih di luar rumah, untuk bersiap-siap menyambut malam dengan diawali shalat Magrib berjamaah. Beliau sendiri sebelum tiba waktu shalat Dzuhur dan Ashar bersegera menutup jualan dan ikut shalat berjamaah di Masjid Jami’ Martapura.


Pada suatu kejadian pernah seorang yang kebingungan dan bersedih karena dagangannya baru ditipu orang. Orang itu lewat di depan Habib Zein yang sedang berjualan minyak wangi, kitab, tasbih dan sebagainya di Pasar Martapura. Maka beliau memanggilnya dan mengusap kepala pedagang tadi seraya berkata : “Insya Allah nanti kamu akan dapat rizqi yang lebih dari itu” serta mendo’akannya. Padahal si pedagang itu tidak pernah bercerita kepada siapapun tentang musibah yang ia alami, namun Habib telah mengetahui kegundahan hatinya. Tidak beberapa lama setelah musibah itu, pedagang tadi mendapat rizqi yang banyak dan usahanya lebih baik dari sebelumnya.
Habib Zein al-Habsyi adalah seorang yang ‘Alim dan sangat cinta kepada ulama dan para penuntut ilmu, beliau lebih banyak melakukan Dakwah Bil Haal (memberi contoh dengan keperibadian yang mulia) serta mendorong Ahli Qaryah (Masyarakat) untuk bersama-sama menimba ilmu, warisan dari Baginda Rasulullah SAW kepada guru-guru yang ada di masa itu.


Walaupun beliau seorang yang kaya akan ilmu agama, namun beliau sangat Tawadhu’ dan hanya ikut di tengah-tengah majelis ilmu berbaur bersama para penuntut ilmu lainnya. Diantara Ulama yang selalu beliau ikuti yaitu al-‘Alimul ‘Allamah Tuan Guru H. Abdurrahman atau yang lebih dikenal dengan Tunji Adu, al-‘Alimul ‘Allamah Mufti H. Ahmad Zaini, al-‘Alimul Fadhil Tuan Guru H. Husin Qadri, al-‘Alimul Fadhil Tuan Guru H. Semman Mulia secara turun temurun, hingga sampai saat Guru Zaini mulai membuka majelis, beliau juga selalu hadir di sana.



Sejak kedatangan Habib Zein al-Habsyi ke Martapura, majelis-majelis ilmu agama menjadi lebih hidup dengan keberadaan beliau di tengah-tengah penuntut ilmu. Lebih lagi pada majelis pengajian Guru Zaini di Keraton, beliau selalu mendampingi kemanapun Guru Zaini diundang, baik untuk membacakan Maulid maupun pengajian agama, beliau selalu ikut hadir.


Habib Zein adalah seorang yang lembut hatinya, apabila beliau mendengar nasehat agama maupun maulid atau qashidah yang dibacakan oleh Guru Zaini beliau sering meneteskan air mata, lebih-lebih apabila Guru Zaini menceritakan tentang sejarah perjalanan hidupnya Rasulullah SAW, beliau terlihat mengusap air matanya seraya berseru: “Allahumma Sholli ‘Alaih”… “Allahumma Sholli ‘Alaih…” hingga dijawab diikuti oleh para hadirin, “Shalallahu ‘alaih..” sehingga suasana majelis menjadi lebih berkesan dengan kehadiran beliau.
Hubungan Habib Zein dengan Guru Zaini sangatlah erat, beliau menganggap Guru Zaini adalah seperti anak kandungnya sendiri. Kedekatan Habib Zein dengan Guru Zaini ini sangat terlihat pada waktu Guru Zaini menikah.


Sebagaimana anak dan ayah kandung pada umumnya mereka selalu bertukar pikiran membicarakan masalah ilmu dan kemaslahatan umat. Apabila ada masalah, Guru Zaini selalu minta nasehat dan do’a kepada beliau maka tangan Habib Zein disentuhkannya ke telinga Guru Zaini dan dari lidah Habib selalu keluar kalimat “jangan dilawani pun”, dan dengan penuh hikmat yang menunjukkan kasih sayangnya yang mendalam membacakan ayat Al-Qur’an :ان الله مع الصابرين ان الله مع الصابرين
Demikianlah kecintaan serta dukungan Habib Zein kepada Guru Zaini, beliau selalu mendo’akan dan menjaga lahir bathin Guru Zaini dengan mewasiatkan kepada para habaib sepeninggal beliau, karena beliau melihat dengan jelas zhohir, bathin, akhlaq dan niat Guru Zaini yang semata-mata Ittiba’ kepada Rasulullah SAW.
Kecintaan Habib Zein kepada Guru Zaini jelas terlihat, menjelang hari wafatnya, beliau berwasiat kepada saudara sepupunya Habib Ali bin Hasan al-Habsyi yang juga berasal dari Hadramaut, beliau berkata:
“Hai Ali, aku mungkin kada lawas lagi akan Tawajjuh meninggal dunia, maka anak kita ‘Guru Zaini’ banyak musuhnya, jadi ikam hai Ali, menemani Zaini ini, itu aja pesanku”,
Dijawab oleh Habib Ali: “Insya Allah”.


Maka setelah mendapat wasiat itu Habib Ali bin Hasan al-Habsyi selalu mengikuti majelis Guru Zaini, demikian pula di bulan Ramadhan Habib Ali bin Hasan ikut shalat Tarawih satu bulan penuh baik di langgar Darul Aman Keraton maupun di langgar Ar-Raudhah Sekumpul dan beliau yang membacakan do’anya. Kemudian Habib Ahmad Bin Abdurrahman As-seggaf Seiwun Hadhramaut datang ziarah ke Sekumpul atas perintah Sayidina Faqih Muqaddam di dalam Ijtima’ beliau dan bertemu Habib Ali maka Habib Ali berpesan kepada Habib Ahmad untuk tinggal di Sekumpul menemani Guru Zaini.
Kata Habib Ali bin Hasan al-Habsyi : “Ahmad.. Aku sudah hampir masanya Tawajjuh menghadap Allah, ini Guru Zaini banyak musuhnya banyak nang mehiri’i inya, aku mengharap.. Ahmad.. ikam tinggal di Martapura mendampingi akan Zaini, kasian Zaini kalau kada didampingi, inya banyak nang mehiri’ i dan memusuhi. Dan sedikit sekali nang membela dan membantu inya” maka setelah mendapat wasiat itu Habib Ahmad lama tinggal di Sekumpul.
Habib Zein Bin Muhammad al-Habsyi berpulang ke Rahmatullah pada hari Sabtu, tanggal 27 Sya’ban 1402 H / 19 Juni 1982 M, dalam usia 100 tahun lebih. Dimakamkan di belakang rumah beliau di jalan A.Yani KM. 39 Kelurahan Kampung Jawa, Martapura.


Kisah ketawadduan Abah Guru Sekumpul
pada suatu acara haulan Alm Guru Kasyful Anwar yang diadakan di kubah Guru kasyful Anwar berjejerlah Guru Guru psantren darussalam duduk di acara tersebut menunggu2 acara dilaksanakan,waktu pun berjalan dan tibalah saat yang dinanti2kan seseorang yang telah di tunggu dan yang akan memimpin acara haulan tersebut tiba ditempat acara tersebut yaitu seorang yang tersohor kerna budi pekertinya dan ilmu ilmunya beliau tidak lain dan tidak bukan adalah ulama kebanggaan milik kalimantan yaitu syeik Zaini abdul Ghani albanjari atau yang sering kita panggil Abah Guru Sekumpul.

Abah Guru pun memasuki tempat yang sudah disiapkan oleh panetia untuk meminpin acara haulan Guru kasyful anwar salah satu peminpin pondok pesantren darussalam yang telah melahirkan ribuan ulama ahlusunnah wal jamaah yang tersebar di segala penjuru nusantara...
hal inipun tidak ingin di lewatkan untuk mengambil manfaat oleh orang2 dan para Guru2 darussalam agar dapat mencium tangan Guru Sekumpul untuk mengambil berkat dan barokah kepada Abah Guru Sekumpul..
waktu beliau masuk abah Guru melihat salah satu Guru beliau yaitu Guru Salman Yusuf yang duduk disalah satu Guru2 darussalam yang berjejer tadi,langsung Abah Guru menghampiri Guru beliau dan menghiraukan sebagian Guru2 darussalam yang belum sempat mencium tangan Abah Guru,,
abah Guru pun langsung menghampiri dan mencium tangan Guru Salman Yusuf bolak balik sambil beliau berkata "Guru ulun mohon ampun dan maaf doakan ulun lah"
setelah itu beliau pun duduk dan menyalami orang yang disekitar beliau..
setelah selesai acara selesai Abah Guru Sekumpul pun cepat2 keluar,apa yang beliau lakukan ...?beliau diluar sedang mencarikan sandal yang dikena oleh Guru Salman Yusuf
sedangkan beliaupun tidak mengenakan sandal,
"Guru sandal pyan yang mana" kata abah Guru,
"yang itu"kata Guru Salman Yusuf langsung lah abah Guru Sekumpul mengambilkan sandalnya dan merasukkan kedua kaki Guru Salman Yusuf.. dan setelah itu beliaupun mencium bolak balik Guru beliau dan berkata "doakanlah Ulun"..

subhanallah itulah kisah ketawadduan seorang ulama yang akhlak budi pekertinya sperti Rasulullah saw,beliau tidak malu dan segan atas apa yang beliau miliki dan gelar seorang ulama besarpun tidak meghiraukan bagi beliau kerna ingin berbakti kepada Guru beliau.
kisah ini adalah kisah dari seorang Guru Darussalam yaitu Guru Ahmad Rifani beliau menyaksikan sendiri kejadian tersebut.
#Berbagai Sumber

Tidak ada komentar:

Posting Komentar