Translate

Minggu, 05 Agustus 2012

Sebab do'a tidak dikabulkan


دخل أهل البصره على إبراهيم بن آدهم فقالوا : ما لنا ندعوا فلا يستجاب لنا.
فقال: يا أهل البصره ماتت قلوبكم في عشرة أشياء فكيف يستجاب لكم.
1- عرفتم الله فلم تؤدوا حقه.
2- وزعمتم حب النبي وتركتم سنته.
3- وقرأتم القرآن ولم تعملوا به.
4- وأظلتكم نعمة الله ولم تؤدوا شكرها.
5- وإدعيتم عداوة الشيطان وأطعتموه ووافقتموه.
6- وقلتم أن الجنة حق ولم تعملوا لها.
7- وقلتم أن النار حق ولم تهربوا منها.
8- وقلتم أن الموت حق ولم تستعدوا له.
9- وانشغلتم بعيوب الناس ونسيتم عيوبكم.
10- ودفنتم موتاكم ولم تعتبروا.

```````````````````````````````````````````` ``
 السماء يا رب يا رب ومطعمه حرام ومشربه حرام وغذى بالحرام فأنى يستجاب لذالك الرجل يطيل السفر أشعث أغبر يمد يديه إلى
rقال رسول الله 
(رواه الترمذي)
10 + 1 Penyebab Tidak Dikabulkan-Nya Do’a
Bismillaahir rohmanir rohiim.
Assalamu’alaykum warohmatullaahi wa barokaatu
Saudara-saudariku rahiimakumullaah;
Adalah Ibrahim bin Adham rahimahullah (w.162 H), seorang ulama yang terkenal dengan kezuhudan dan ibadahnya, suatu hari ketika beliau sedang berjalan-jalan di pasar Bashrah, orang-orang mengerumuninya dan bertanya, “Wahai Abu Ishaq (panggilan Ibrahim bin Adham), sudah sejak lama kami memanjatkan do’a kepada Allah, tetapi mengapa do’a-do’a kami tidak di kabulkan?

Padahal Dia telah berfirman dalam kitab-Nya; “Berdo’alah kalian kepada-Ku, niscaya akan Aku kabulkan do’a kalian.” (QS.Ghoofir : 60).
Abu Ishaq menjawab, “Hal itu dikarenakan hati kalian telah mati dengan sepuluh perkara berikut :
Pertama : Kalian mengenal Allah tetapi tidak menunaikan hak-Nya.
Ke-dua : Kalian mengaku cinta Rasulullah SAW tetapi meninggalkan sunnahnya.
Ke-tiga : Kalian membaca al-Qur’an tetapi tidak mengamalkan isinya.
Ke-empat : Kalian memakan nikmat-nikmat Allah SWT tetapi tidak pernah pandai mensyukurinya.
Ke-lima : Kalian mengatakan bahwa syaithan itu adalah musuh, tetapi kalian justru mengikuti langkahnya.
Ke-enam : Kalian katakan bahwa surga itu adalah haq (benar adanya), tetapi kalian tidak melakukan amal-amal yang mengantar ke sana..
Ke-tujuh : Kalian katakan bahwa neraka itu adalah haq (benar adanya), tetapi kalian tidak lari dari panas siksanya.
Ke-delapan : Kalian katakan bahwa kematian itu adalah haq (benar adanya), tetapi kalian tidak mempersiapkan diri ke sana.
Ke-sembilan : Kalian sibuk mengurusi kekurangan orang lain, tetapi lupa akan kekurangan diri kalian sendiri.
Ke-sepuluh : Kalian menguburkan jenazah, akan tetapi tidak mau mengambil pelajaran dari peristiwa kematian.”
(Hilyatu Al-Awliya wa Thabaqat Al-Ashfiya’ / Al-Hafizh Abu Nu’aim Ahmad bin Abdillah Al-Ashbahani / Jilid 5 / Hlm 1352 / Penerbit Dar Al-Kutub Al-Ilmiyah, Beirut / 1989 M – 1409 H.)
Selain sepuluh sebab yang telah di sebutkan oelh Ibrahim bin Adham di atas, ada satu sebab lagi yang menurut kami tidak kalah penting, yaitu :
Ke-sebelas : Hanya berdo’a tanpa ikhtiar (berusaha nyata)
Ya, tidak mungkin Allah akan mengabulkan do’a seseorang sementara dia sendiri tidak mau berikhtiar atau berusaha untuk mewujudkan apa yang dimintanya kepada Allah, kecuali jika Allah menghendaki. Bagaimana pun juga, hukum sebab akibat adalah bagian dari sunatullah. (Tidak mungkin) Allah akan mengabulkan do’a seorang perempuan yang berdo’a kepada-Nya agar di karuniai anak, sedangkan dia belum menikah. (Note : Kata “tidak mungkin” ini adalah hukum alam secara umum, dimana harus ditekankan bahwa jika Allah menghendaki tentu tidak ada yang tidak mungkin bagi-Nya).
Tidak mungkin Allah akan mengabulkan do’a seseorang yang minta diberi kepandaian dan ilmu yang banyak, sementara dia malas membaca dan belajar. Bagaimana mungkin do’a seorang seorang yang menderita penyakit kronis agar disembuhkan dari penyakitnya akan dikabulkan Allah, sementara dia sendiri tidak mau berobat. Dan bagaimana mungkin do’a orang yang minta diberi rezeki melimpah dan hidup kaya akan dikabulkan, sedangkan dia malas bekerja dan mudah putus asa.
Selanjutnya mari kita tanyakan diri, untuk hal-hal lain yang masing-masing kita mendo’akannya, berikut sebab akibat sebagaimana argumentasi tersebut di atas…
Anas bin Malik ra. mengisahkan, bahwa ada seorang laki-laki datang kepada Rasulullah saw dengan mengendarai onta. Orang tersebut berkata, “Wahai Rasulullah, aku ikat ontaku dulu dan aku bertawakal? Atau aku biarkan saja dia lepas dan aku tawakal?” Nabi saw bersabda, “Ikat dulu ontamu, baru engkau bertawakal!” (HR. At-Tirmidzi & Al-Baihaqi).
Begitu pula yang di contohkan para nabi salain beliau sebagaimana dikisahkan Allah dalam Al-Qur’an al-Kariim. Lihatlah bagaimana Allah menyuruh Nabi Nuh as. untuk membuat perahu.
Firman-Nya : “Dan buatlah bahtera itu dengan pengawasan dan petunjuk wahyu Kami.” (QS. Huud : 37).
Padahal jika Allah menghendaki, tentu sangatlah mudah bagi-Nya untuk menyelamatkan Nabi Nuh dan kaumnya dari banjir bandang tanpa harus memakai perahu.
Saksikan juga bagaimana Nabi Musa as. ketika dalam perjalanannya dari Madyan menuju Mesir ‘kehabisan’ api, lalu dia menyuruh keluarganya agar tetap berada di tempatnya, sementara Musa pergi mencari api. Allah ta’ala berfirman : “Maka tatkala Musa telah menyelesaikan waktu yang ditentukan dan dia berangkat dengan keluarganya, dilihatnyalah api di lereng gunung ia berkata kepada keluarganya: “Tunggulah (di sini), sesungguhnya aku melihat api, mudah-mudahan aku dapat membawa suatu berita kepadamu dari (tempat) api itu atau (membawa) sesuluh api, agar kamu dapat menghangatkan badan.” (QS. Al-Qashash : 29).
Demikian pula yang dilakukan oleh Nabi Ya’qub as. tatkala berpesan kepada anak-anaknya, “Wahai anak-anakku, janganlah kalian masuk bersama-sama dari satu pintu gerbang, tapi masuklah dari pintu-pintu gerbang yang berlainan. Namun demikian, sedikit pun aku tidak bisa menjamin kalian dari takdir Allah. Keputusan menetapkan (sesuatu) hanyalah haqq Allah; kepada-Nya-lah aku bertawakal dan hendaklah hanya kepada-Nya orang-orang yang bertawakal berserah diri.” (QS. Yuusuf : 67).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar